Pengertian Retorika Dan Tujuannya || Hubungannya Dengan Komunikasi dan Penyiaran Islam
A. Pengertian Retorika
Secara etimologi, retorika berasal dari Bahasa Latin “Yunani Kuno” (Rhetorica) yang berarti “seni berbicara”. Dalam bahasa Inggris kata retorika menjadi “Rhetroic” yang berarti “kepandaian berpidato atau berbicara”. Secara terminologi, retorika dikenal dengan istilah “The art of speaking” yang artinya “seni di dalam berbicara atau bercakap”, sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bahwa, pengertian retorika ialah suatu bidang ilmu yang mempelajari atau mempersoalkan tentang bagaimana cara berbicara yang mempunyai daya tarik dan pesona, sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dan tergugah perasaannya.
Namun titik tolak retorika adalah berbicara. Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Retorika berarti kesenian untuk berbicara baik ( Kunst, gut zuraden atau Ars bene dicendi), yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan terampilan teknis ( ars, techne). Retorika modern mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Retorika Modern adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian, dan kesanggupan berbicara.
Menurut Socrates, retorika ialah ilmu yang mempersoalkan tentang bagaimana mencari kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya, karena dialog kebenaran dapat timbul dengan sendirinya.
B. Tujuan Retorika
Tujuan retorika ialah persuasi yang dimaksudkan dalam persuasi dalam hubungan ini ialah yakinnya pendengar akan kebenaran gagasan hal yang dibicarakan pembicara. Artinya bahwa tujuan retorika ialah membina saling pengertian yang mengembangkan kerjasama dalam menumbuhkan kedamian dalam kehidupan bermasyarakat lewat kegiatan bertutur.
Menurut Tasmara (1997:156), terdapat lima tujuan retorika, yaitu sebagai berikut:
a). To Inform, yaitu memberikan penerangan dan pengertian kepada massa, guna memberikan penerangan yang mampu menanamkan pengertian dengan sebaik-baiknya.
b). To Convise, yaitu meyakinkan dan menginsafkan.
c). To Inspire, yaitu menimbulkan inspirasi dengan teknik dan sistem penyampaian yang baik dan bijaksana.
d). To Intertain, menggembirakan, menghibur dan menyenangkan, dan memuaskan.
e). To Ectuate (to put into action), yaitu menggerakkan dan mengarahkan mereka untuk bertindak menetralisir dan melaksanakan ide yang telah dikomunikasikan oleh orator di hadapan massa.
C. Hubungannya dengan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Dalam dakwah, retorika sendiri berarti berbicara soal ajaran Islam. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya, Retorika Islam
menyebutkan prinsip-prinsip retorika Islam sebagai berikut:
1. Dakwah Islam adalah kewajiban setiap Muslim.
2. Dakwah Rabbaniyah ke Jalan Allah.
3. Mengajak manusia dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik.
4. Cara hikmah artinya berbicara kepada seseorang sesuai dengan bahasanya,ramah memperhatikan tingkatan pekerjaan dan kedudukan, serta gerakan bertahap.
Retorika sangat berpengaruh dalam keberhasilan menyuguhkan dakwah. Penyampaian dakwah sekarang ini adalah dengan menggunakan ceramah atau disampaikan secara lisan, yakni melalui ceramah atau pidato dalam pengajian, kenyataan ini dapat kita saksikan di desa maupun kota. Akan tetapi dakwah dengan menggunakan metode ceramah, haruslah disampaikan dengan cara-cara yang efektif sehingga dapat diterima oleh mad'u(sasaran dakwah) dan tidak terjadi kesalah pahaman dalam menerima isi dari pesan dakwah yang disampaikan, untuk mewujudkan hal tersebut maka da'i(juru dakwah) dibutuhkan untuk menguasai akan sebuah retorika.
Adapun dalam penyampaian gagasan biasanya mencakup beberapa perilaku seperti kontak
mata, tanda vocal, ejaan kejelasan pengucapan, dialek, gerak tubuh, dan penampilan fisik. Penyamapaian yang efektif mendukung kata-kata pembiacara dan membantu mengurangi ketegangan pembicara (West, Richard: 2008).
Dengan demikian, disamping penguasaan konsepsi Islam dan pengamalannya, keberhasilan dakwah juga sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi antara da'i(juru dakwah) dengan
mad'u(sasaran dakwah) yang menjadi obyek dakwah. Menurut Syaikh Muhammad Abduh, umat yang dihadapi seorang da’i (objek dakwah) dapat dibagi atas tiga golongan, yang masing-masingnya dihadapi dengan cara yang berbeda-beda sesuai hadits: “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar (takaran
kemampuan) akal mereka”. Golongan-golongan tersebut antara lain;
a. Golongan cendekiawan yang cinta kebenaran, berpikir kritis, dan cepat tanggap. Mereka ini harus dihadapi dengan hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akan mereka.
b. Golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian tinggi-
tinggi. Mereka ini dipanggil dengan mau’idzatul hasanah, dengan
ajaran dan didikan, yang baik-baik, dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami.
c. Golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut. Mereka ini dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong supaya berpikir secara sehat.
Referensi:
Tasmara, Toto. 1997. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Rahmat, Jalaluddin. 2001. Retorika Modern. Bandung: Remaja Rosda Karya.
https://www.dosenpendidikan.co.id
Komentar
Posting Komentar